Tahapan
Jangka Benah dilakukan dalam dua tahap:
- Tahap pertama bertujuan untuk merubah kebun kelapa sawit rakyat monokultur menjadi kebun campur sawit atau agroforestri sawit.
Agroforestri dipilih sebagai luaran Jangka Benah tahap pertama karena:
- (a) Sudah dipraktekkan di berbagai tempat dalam skala kecil-menengah dengan berbagai pola (sisipan – blok). Beberapa contoh penerapan agroforestry sawit dapat dilihat pada (Budiadi et al., 2019; Slingerland, Khasanah, van Noordwijk, Susanti, & Meilantina, 2019). Beberapa contoh penerapan agroforestry sawit dapat dilihat pada (Budiadi et al., 2019; Slingerland, Khasanah, van Noordwijk, Susanti, & Meilantina, 2019).
- (b) Berpotensi untuk meningkatkan ketahanan ekonomi rumah tangga melalui peluang diversifikasi pendapatan rumah tangga petani dari Non-Timber Forest Product (NTFP) atau produk pertanian lainnya (tidak bergantung pada komoditas tunggal). Hasil studi menunjukkan bahwa usaha tani kebun campur sawit atau agroforestri dapat memberikan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sawit monokultur (Rahmani et al., 2021).
- (c) Membuka ruang-ruang negosiasi bagi masyarakat dan pengelola kawasan hutan dan peluang legalisasi Kelola dan Komoditas melalui skema Perhutanan Sosial (Astuti et al., 2022; Purwanto et al., 2020).
- (d) Berpotensi memberikan dampak positif untuk meningkatkan fungsi ekologi seperti peningkatan biodiversitas serapan karbon, meningkatkan infiltrasi dan mengurangi risiko banjir serta kekeringan (Miccolis, Robiglio, Cornelius, Blare, & Castellani, 2019; Zemp et al., 2019).
- Tahap kedua bertujuan untuk meningkatkan struktur dan fungsi ekosistem agroforestri kelapa sawit yang lebih kompleks.
Gambar Tahapan jangka benah
mulai dari bentuk kebun sawit monokultur menjadi bentuk agroforestry sawit (jangka benah tahap 1) dan agroforestry kompleks (jangka benah tahap 2).
Pustaka
Astuti, R., Miller, M. A., McGregor, A., Sukmara, M. D. P., Saputra, W., & Taylor, D. (2022). Making illegality visible: The governance dilemmas created by visualising illegal palm oil plantations in Central Kalimantan, Indonesia. Land Use Policy, 114, 105942.
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/j.1523-1739.2008.01026.x
Budiadi, Susanti, A., Marhaento, H., Imron, M. A., Permadi, D. B., & Hermudananto. (2019). Oil palm agroforestry: an alternative to enhance farmers’ livelihood resilience. IOP Conf. Ser.: Earth Environ. Sci, 336, 12001. https://doi.org/10.1088/1755-1315/336/1/012001
Miccolis, A., Robiglio, V., Cornelius, J. P., Blare, T., & Castellani, D. (2019). Oil palm agroforestry: fostering socially inclusive and sustainable production in Brazil. In Exploring inclusive palm oil production (pp. 55–62). Wageningen – The Netherlands: Tropenbos International.
Purwanto, E., Santoso, H., Jelsma, I., Widayati, A., Nugroho, H. Y. S. H., & van Noordwijk, M. (2020). Agroforestry as policy option for forest-zone oil palm production in indonesia. Land, 9(12), 531.
Rahmani, T. A., Nurrochmat, D. R., Hero, Y., Park, M. S., Boer, R., & Satria, A. (2021). Evaluating the feasibility of oil palm agroforestry in Harapan Rainforest, Jambi, Indonesia. Forest and Society, 458–477.
Zemp, D. C., Ehbrecht, M., Seidel, D., Ammer, C., Craven, D., Erkelenz, J., … Kreft, H. (2019). Mixed-species tree plantings enhance structural complexity in oil palm plantations. Agriculture, Ecosystems & Environment, 283, 106564. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.agee.2019.06.003