Penanganan Sawit rakyat di dalam kawasan hutan memerlukan kajian dan strategi khusus yang dapat meminimalkan dampak ekonomi serta ekologi yang ditimbulkan. Saat ini demonstration plot (demplot) untuk program SJB sudah dibangun di Provinsi Jambi dan Kalimantan Tengah. Demplot SJB yang telah dibangun salah satunya terletak di Desa Sungai Jernih, Kecamatan Muara Tabir, Kabupaten Tebo. Workshop ini diselenggarakan untuk mensosialisasikan serta mensinergikan strategi jangka benah yang terlembaga dengan baik. Workshop diselenggarakan secara luring dengan mematuhi protokol kesehatan dan jumlah peserta yang dibatasi pada Selasa (29/09) di Ruang Aula Bappeda dan Litbang Kab. Tebo.
Acara ini dibuka oleh Wakil Kepala Bappeda yang membacakan sambutan Kepala Bappeda (Hendry Nora), Asisten II Bupati Kabupaten Tebo Bidang Perekonomian dan pembangunan (Ir. H. Supadi) mewakili Bupati Kabupaten Tebo, dan Perwakilan Tim Strategi Jangka Benah (Dr. Muhammad Ali Imron). Workshop ini dihadiri oleh peserta secara luring dan juga daring. Dalam sambutan Kepala Bappeda Tebo, disampaikan bahswa bappeda dan Litbang berkomitmen untuk terus memfasilitasi kegiatan-kegiatan lanjutan terkait Strategi Jangka Benah. Hal ini disampaikan karena perkebunan kelapa sawit rakyat yang merambah ke kawasan hutan cukup marak di Kab. Tebo, dan ini akan mempengaruhi sistem dan fungsi hutan di Kabupaten. Bupati Tebo juga menyampaikan bahwa dengan SJB, diharapkan misi kabupaten Tebo yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dapat terwujudkan. Fakultas Kehutanan bersama Yayasan Kehati yang memprakarsai Strategi Jangka Benah juga akan terus menindaklanjuti sambutan positif dari jajaran pemerintah Kabupaten Tebo, untuk terus menyebarluaskan program SJB ke seluruh wilayah Tebo.
Hadir sebagai narasumber dalam workshop adalah (1) Kepala KPHP Tebo Timur, (2) Kepala Dinas Perkebunan, Peternakan, dan Perikanan Kab. Tebo, dan (3) Dekan Fakultas Kehutanan, Universitas Jambi. Kepala KPHP Tebo Timur menyampaikan bahwa bertambahnya penduduk dan desakan ekonomi masyarakat Tebo mengakibatkan menjamurnya sawit rakyat monokultur yang merambah ke dalam kawasan hutan. Salah satu upaya yang dilakukan diantaranya adalah pelaksanaan instrument hukum dan kebijakan pemerintah, namun hal ini belum bisa berjalan secara optimal seperti pada P.83/MenLHK/SETJEN/KUM/.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial. Kepala Dinas Perkebunan, Peternakan, dan Perikanan Kab. Tebo juga menyampaikan bahwa program yang diimplementasikan untuk menjadi solusi permasalahan sawit rakyat harus seimbang, yaitu menjaga ekonomi rakyat dan menjaga kelestarian hutan. Dr Forst. Bambang Irawan, SP., M.Sc. (Dekan Fakultas Kehutanan, Universitas Jambi) juga menyebutkan bahwa persoalan ini perlu penanganan di tingkat tapak, salah satunya dengan penerapan model agroforestry sawit (kebun campur sawit) dengan berbagai keunggulannya, dan mengusulkan revisi dalam peraturan pemerintah untuk menyeimbangkan aspek ekonomi rakyat dan kelestarian hutan.