Pola Tanam
Pemilihan jenis ditetapkan berdasarkan kesesuaian dengan hasil analisis kondisi aktual, kemampuan tumbuh dalam pola campuran, jenis produksi, manfaat bagi masyarakat, nilai tambah produk dan daya terima (adoptability) oleh masyarakat. Jenis-jenis yang sebaiknya dipilih untuk dibudidayakan pada agroforestri kelapa sawit di dalam kawasan hutan adalah jenis-jenis yang memenuhi beberapa dari kriteria sebagai berikut:
- jenis asli atau endemik setempat
- memiliki kemampuan mengikat nitrogen seperti kelompok leguminosae
- berumur panjang
- berperakaran dalam
- multiguna, multi purpose tree species (mpts) menghasilkan batang, kulit, buah, biji, daun getah atau akar yang bernilai ekonomi tinggi
- teknik budidaya cukup dikenal masyarakat
- tersedia bahan tanaman dalam jumlah cukup
Terdapat 5 (lima) teknik pola tanam yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan SJB yakni (1) alternate rows atau baris bergantian, (2) alley cropping atau lorong, (3) penyisipan atau pengayaan tanaman berkayu, (4) tress along borders atau pagar, dan (5) pilihan atau seleksi dengan tanaman berkayu. Kelima teknik pola tanam tersebut diuraikan sebagai berikut.
1. Alternate rows atau baris bergantian
Pada teknik pola tanam baris bergantian atau alternate rows maka pohon kelapa sawit ditanam dalam baris secara berselang seling dengan tanaman berkayu. Untuk mencapai kondisi ini, maka pada kebun kelapa sawit monokultur perlu dilakukan penjarangan pohon kelapa sawit. Penjarangan dilakukan dalam baris berselang-seling untuk memberikan ruang tumbuh bagi tanaman berkayu yang akan ditambahkan. Pada baris pohon kelapa sawit yang ditebang, maka ditambahkan tanaman berkayu sebagai penggantinya.
Pada teknik pola tanam baris bergantian atau alternate rows maka pohon kelapa sawit ditanam dalam baris secara berselang seling dengan tanaman berkayu. Untuk mencapai kondisi ini, maka pada kebun kelapa sawit monokultur perlu dilakukan penjarangan pohon kelapa sawit. Penjarangan dilakukan dalam baris berselang-seling untuk memberikan ruang tumbuh bagi tanaman berkayu yang akan ditambahkan. Pada baris pohon kelapa sawit yang ditebang, maka ditambahkan tanaman berkayu sebagai penggantinya.
Bergantung pada jarak tanam awal yang dipraktekkan oleh masyarakat, maka hasil akhir pola tanam alternate rows ini akan mempunyai jarak tanam sebagai berikut:
- Jarak tanam antar baris pohon kelapa sawit 12 – 16 meter dengan jarak antar pohon kelapa sawit di dalam satu baris 7 – 9 meter.
- Jarak tanam antar baris tanaman berkayu 12 – 16 meter dengan jarak antar pohon berkayu dalam satu baris 3,5 – 4,5 meter.
Bergantung pada jarak awal yang dipraktekkan, maka jumlah pohon kelapa sawit yang dipertahankan berkisar:
- 84 batang per ha apabila jarak tanam awal pada kebun kelapa sawit monokultur adalah 8 x 9 meter.
- 142 batang per ha apabila jarak tanam awal pada kebun kelapa sawit monokultur adalah 6 x 7 meter.
Sedangkan jumlah tanaman berkayu yang ditambahkan berkisar:
- 214 – 315 batang per ha apabila jarak tanam awal pada pada kebun kelapa sawit monokultur adalah 8 x 8 meter atau 8 x 9 meter
- 311 – 400 batang per ha apabila jarak tanam awal pada kebun kelapa sawit monokultur adalah 6 x 7 meter
Secara skematis, pola tanam alternate rows dengan contoh jarak tanam sawit 8 x 8 meter disajikan pada Gambar berikut.

Gambar Sistem agroforestri sawit campur dengan alternate rows. Warna sawit abu-abu adalah sawit yang akan dijarangi, sedangkan sawit warna hijau adalah yang akan dipertahankan dalam periode jangka benah.

Gambar Contoh praktek sawit campur karet dengan pola tanam yang mendekati pola baris bergantian di Desa Parit, Kotawaringin Timur
2. Alley cropping atau lorong
Pada teknik pola tanam alley cropping atau lorong maka setiap dua baris pohon kelapa sawit ditanam berselingan dengan dua baris tanaman bekayu. Untuk mencapai kondisi ini, maka pada kebun kelapa sawit monokultur perlu dilakukan penjarangan dua baris tanaman sawit berselang-seling untuk memberikan ruang tumbuh bagi tanaman berkayu yang akan ditambahkan. Pada dua baris pohon kelapa sawit yang ditebang, maka ditambahkan tanaman berkayu sebagai penggantinya.
Bergantung pada jarak tanam awal yang dipraktekkan oleh masyarakat, maka hasil akhir pola tanam alley cropping ini akan mempunyai jarak tanam sebagai berikut:
- Jarak tanam antar baris pohon kelapa sawit 24 – 32 meter dengan jarak antar pohon kelapa sawit di dalam satu baris 7 – 9 meter.
- Jarak tanam antar baris tanaman berkayu 24 – 32 meter dengan jarak antar pohon berkayu dalam satu baris 3,5 – 4,5 meter.
Bergantung pada jarak awal yang dipraktekkan, maka jumlah pohon kelapa sawit yang dipertahankan berkisar:
- 84 batang per ha apabila jarak tanam awal pada kebun kelapa sawit monokultur adalah 8 x 8 meter atau 8 x 9 meter
- 142 batang per ha apabila jarak tanam awal pada kebun kelapa sawit monokultur adalah 6 x 7 meter.
Sedangkan jumlah tanaman berkayu yang ditambahkan berkisar:
- 214 – 315 batang per ha apabila jarak tanam awal pada pada kebun kelapa sawit monokultur adalah 8 x 9 meter
- 311 – 400 batang per ha apabila jarak tanam awal pada kebun kelapa sawit monokultur adalah 6 x 7 meter
Secara skematis, pola tanam alley cropping dengan contoh jarak tanam sawit 8 x 8 meter disajikan pada Gambar berikut.

Gambar Sistem agroforestri sawit campur dengan pola lorong/alley cropping. Warna sawit abu-abu adalah sawit yang akan dijarangi, sedangkan sawit warna hijau adalah yang akan dipertahankan dalam periode jangka benah.

Gambar Contoh praktek sawit campur karet dengan pola tanam yang mendekati pola lorong, berlokasi di sepanjang jalan km 50 hingga km 70 Palangkaraya, Kalimantan Tengah
3. Penyisipan atau pengayaan dengan tanaman berkayu
Pada pola tanam ini, tanaman berkayu disisipkan di antara pohon kelapa sawit tanpa dilakukan penjarangan atau penebangan terhadap pohon kelapa sawit yang sudah ada. Jenis tanaman berkayu yang dapat disisipkan adalah jenis tanaman berkayu yang cukup toleran atau yang dapat tumbuh dengan baik di bawah naungan terutama pada awal pertumbuhannya, seperti jenis meranti. Apabila pada perkembangannya tanaman berkayu membutuhkan ruang tumbuh optimal, maka pengelola harus melakukan tindakan silvikultur yang tepat untuk memberikan ruang tumbuh yang cukup bagi tanaman berkayu tersebut, misalnya membuka naungan atau memangkas pelepah sawit yang menghambat pertumbuhan tanaman berkayu tersebut.
Jumlah tanaman berkayu per ha yang disisipkan setidaknya sama dengan jumlah pohon kelapa sawit per ha. Bergantung pada jarak tanamnya, jumlah pohon kelapa sawit per ha berkisar antara 139 – 238 batang. Secara skematis, pola tanam dengan penyisipan atau pengayaan tanaman berkayu dengan contoh jarak tanam sawit 8 x 8 meter disajikan pada Gambar berikut.

Gambar Sistem agroforestri sawit campur dengan sisipan atau pengayaan (tanpa penjarangan awal pada tanaman sawit)

Gambar Contoh praktek sawit campur Meranti dengan pola tanam sisipan, berlokasi di Desa Kuamang Kuning, Kabupaten Tebo
4. Trees along borders atau pagar dengan tanaman berkayu
Pada pola tanam trees along borders atau pagar, tidak ada tanaman kelapa sawit yang ditebang, sementara tanaman berkayu ditanam mengelilingi persil kebun sawit sebagai tanaman pagar. Jenis tanaman berkayu yang digunakan sebagai tanaman pagar adalah jenis tanaman berkayu yang cukup toleran atau yang dapat tumbuh dengan baik di bawah naungan terutama pada awal pertumbuhannya, seperti jenis meranti atau mahoni. Pemilihan jenis tahan naungan dikarenakan tanaman pagar pada prinsipnya adalah pola tanam sisipan pada sekeliling persil tanpa mengorbankan tanaman sawit yang ada di persil yang lain. Apabila pada perkembangannya tanaman berkayu membutuhkan ruang tumbuh optimal, maka pengelola harus melakukan tindakan silvikultur yang tepat untuk memberikan ruang tumbuh yang cukup bagi tanaman berkayu tersebut, misalnya membuka naungan atau memangkas pelepah sawit yang menghambat pertumbuhan tanaman berkayu tersebut.
Jumlah tanaman berkayu per ha yang digunakan pada pola tanaman pagar ini bergantung pada jenis, jarak tanam dan luas persil yang dikelilingi. Secara skematis, pola tanam dengan pola trees along borders disajikan pada Gambar berikut.

Gambar Sistem agroforestri sawit campur dengan pola tanam trees along borders

Gambar Contoh praktek sawit campur Petai dengan pola tanam yang mendekati pola pagar, berlokasi di Desa Sungai Jernih, Kabupaten Tebo
5. Pilihan atau seleksi dengan tanaman berkayu
Berdasarkan hasil wawancara dengan para petani sawit, pada tiap hektar kebun kelapa sawit rakyat monokultur selalu ada jenis sawit yang tidak produktif atau dikenal sebagai sawit jantan. Jumlahnya bervariasi tergantung pada asal bibit yang ditanam. Apabila asal bibit dari produsen bibit yang bersetifikat, maka jumlah sawit jantan per hektar lebih sedikit atau bahkan tidak ada. Namun, apabila bibit tanaman sawit berasak dari produsen tanpa sertifikat, maka jumlah sawit jantan per hektar biasanya lebih banyak, bahkan dapat mencapai 50% dari jumlah bibit yang ditanam. Terhadap pohon sawit jantan yang tidak produktif tersebut, biasanya petani secara mandiri akan membongkarnya dan mengganti dengan bibit tanaman sawit yang baru. Tetapi seringkali sawit jantan tersebut dibiarkan saja walaupun produksi buahnya sangat sedikit.
Pada pola tanam pilihan atau seleksi, tanaman kelapa sawit yang tidak produktif (sawit jantan) ditebang untuk selanjutnya diganti dengan tanaman berkayu. Jumlah tanaman berkayu per ha yang digunakan pada pola tanaman pagar ini bergantung pada jumlah sawit jantan yang ada. Secara skematis, pola tanam dengan pola seleksi disajikan pada Gambar berikut.

Gambar Sistem agroforestri sawit campur dengan pola tanam seleksi

Gambar Contoh praktek sawit campur Durian dengan pola tanam mendekati pola seleksi, berlokasi di Desa Sungai Jernih, Kabupaten Tebo