Pasca Undang Undang Cipta Kerja, PP. no.23/2021 serta no.24/2021 disahkan, menyusul 3 (tiga) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia no. 7, 8 ,dan 9 yang kini telah resmi disahkan. Peraturan tersebut diantaranya adalah Permen-LHK no.7/2021 (tentang perencanaan kehutanan, perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan, serta penggunaan kawasan hutan), Permen-LHK no.8/2021 (tentangtata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan di hutan lindung dan hutan produksi), dan Permen-LHK no.9/2021 (tentang Pengelolaan perhutanan sosial). Pada ketiga peraturan yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut, terdapat cukup banyak pasal, ayat, serta butir yang didalamnya mencantumkan jangka benah sebagai salah satu komponen dalam instrumen kebijakan pemerintah. Hal ini merupakan angin segar bagi pengelolaan hutan di Indonesia, sebagai upaya yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan kehutanan, khususnya dalam pengelolaan lansekap.
Disebutkan pada Permen-LHK no.9/2021, Jangka Benah adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai struktur hutan dan fungsi ekosistem yang diinginkan sesuai tujuan pengelolaan. Peraturan menteri tersebut membahas berbagai hal dalam pengelolaan perhutanan sosial, yang salah satunya yaitu Jangka Benah Kebun Rakyat pada Bab 5 (lima). Tidak hanya pada Permen no. 9/2021, pada Permen no. 7/2021, jangka benah juga disebutkan sebagai langkah yang diperlukan untuk optimalisasi fungsi dan manfaat kawasan hutan. Pada Permen no.8/2021, khususnya pada pasal 172 ayat (2), dijelaskan bahwa Strategi jangka benah dilaksanakan dengan: a. penanaman tanaman pokok kehutanan dilakukan dengan menerapkan silvikultur yang disesuaikan dengan kondisi biofisik dan ekologi; b. pengkayaan tanaman kehutanan dilakukan sesuai kesepakatan kerja sama; c. tidak melakukan peremajaan tanaman kelapa sawit; dan d. menanam tanaman pokok kehutanan dan/atau Multipurpose Tree Species paling sedikit 100 (seratus) batang per hektare pengganti tanaman kelapa sawit.
Dengan pengesahan berbagai instrumen kebijakan pemerintah ini, yang terdiri dari Peraturan Pemerintah serta Peraturan Menteri, diharapkan seluruh pihak yang terlibat dalam pengelolaan kawasan hutan mampu mematuhi peraturan yang diberlakukan. Jangka benah sebagai langkah penyelesaian keterlanjuran sawit dalam kawasan hutan, saat ini juga diharapkan mampu untuk segera diimplementasikan secara luas oleh berbagai unit pelaksana dari tingkat pengambil kebijakan hingga tingkat tapak. Pengesahan kebijakan pemerintah yang telah dituangkan dalam berbagai PP dan Permen tersebut, menjadi salah satu acuan yang dapat digunakan oleh berbagai pihak yang terkait, untuk berkontribusi dalam pengelolaan kawasan hutan yang berkelanjutan bagi negara dan rakyat. Rangkuman tentang jangka benah dalam peraturan pemerintah no.7/2021, 8/2021, dan 9/2021 dapat disimak pada gambar dibawah ini..